Definisi
Pencucian uang adalah proses atau perbuatan yang menggunakan uang hasil tindak pidana atau uang haram istilahnya proceed of crime. Dengan perbuatan itu, uang disembunyikan atau dikaburkan asal usulnya oleh si pelaku, sehingga kemudian seolah-olah muncul uang yang sah atau yang halal. Jadi dalam pengertian popular, pencucian uang itu, adalah uang haram atau uang tidak sah kemudian dengan perbuatan dan proses tertentu, dikaburkan atau disembunyikan asal usulnya dijauhkan kemudian seolah-olah nanti muncul uang yang sah atau uang yang halal . Dalam pengertian yuridis pencucian uang dibedakan dalam dua tindak pidana.
Yang pertama tindak pidana aktif, di mana seseorang dengan sengaja menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbang- kan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan sehingga seolah-olah menjadi Harta Kekayaan yang sah .
Kedua dalam pasal 6 UU No. 25/2003, disebutkan tentang tindak pidana pencucian yang pasif yang dikenakan kepada setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, penerima hibah, sumbangan, penitipan, penukaran uang-uang yang berasal dari tindak pidana itu, dengan tujuan sama yaitu untuk mengaburkan, menyembunyikan asal-usulnya. Hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang.
Apabila para kriminal itu berhasil melakukan pencucian uang maka akan semakin dekat dengan tujuan pencucian uang tersebut untuk :
1. Menjauh dari kegiatan kriminal yang menghasilkan duit haram itu, sehingga dapat menyulitkan ptoritas untuk menangkap mereka.
2. Menjauhkan uang haram itu dari aktivitas haram tersebut, sehingga apabila kriminal itu ditangkap tidak dapat disita atau dirampas.
3. Menikmati manfaat dari uang haram tersebut tanpa menimbulkan kecurigaan dari pihak otoritas
4. menginvestasikan uang haram tersebut pada kegiatan kriminal yang akan datang atau dalam kegiatan usaha yang sah
1. Menjauh dari kegiatan kriminal yang menghasilkan duit haram itu, sehingga dapat menyulitkan ptoritas untuk menangkap mereka.
2. Menjauhkan uang haram itu dari aktivitas haram tersebut, sehingga apabila kriminal itu ditangkap tidak dapat disita atau dirampas.
3. Menikmati manfaat dari uang haram tersebut tanpa menimbulkan kecurigaan dari pihak otoritas
4. menginvestasikan uang haram tersebut pada kegiatan kriminal yang akan datang atau dalam kegiatan usaha yang sah
Tahapan Proses Pencucian Uang
Untuk itu akan dijelaskan di bawah ini tiga tahap pencucian uang :
1. Placement
Untuk itu akan dijelaskan di bawah ini tiga tahap pencucian uang :
1. Placement
fase pertama dari proses pencucian uang haram ini ialah memindahkan uang haram dari sumber di mana uang itu diperoleh untuk menghindarkan jejaknya. Atau secara lebih sederhana agar sumber uang tersebut tidak diketahui oleh pihak penegak hukum. Metode yang paling penting dari “placement” ini adalah apa yang disebut sebagai “smurfing”. Melalui “smurfing” ini, maka keharusan untuk melaporkan transaksi uang tunai sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dikelabui atau dihindari.
2. Layering
Setiap prosedur “placement” yang berarti mengubah lokasi fisik atau sifat haram dari uang itu adalah juga salah satu bentuk “layering”. Strategi “layering” pada umumnya meliputi, antara lain, dengan mengubah uang tunai menjadi aset fisik, seperti kendaraan bermotor, barang-barang perhiasan dari emas atau batu-batu permata yang mahal, atau “real estate.
Setiap prosedur “placement” yang berarti mengubah lokasi fisik atau sifat haram dari uang itu adalah juga salah satu bentuk “layering”. Strategi “layering” pada umumnya meliputi, antara lain, dengan mengubah uang tunai menjadi aset fisik, seperti kendaraan bermotor, barang-barang perhiasan dari emas atau batu-batu permata yang mahal, atau “real estate.
3. Integration
Dengan perkataan lain, pelaku kriminal harus mengintegrasikan dana dengan cara legitimasi ke dalam proses ekonomi yang normal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyampaikan laporan palsu yang menyangkut pinjaman uang.
Dengan perkataan lain, pelaku kriminal harus mengintegrasikan dana dengan cara legitimasi ke dalam proses ekonomi yang normal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyampaikan laporan palsu yang menyangkut pinjaman uang.
Ketiga tahapan pencucian uang tersebut pada dasarnya dilakukan untuk menciptakan ”disassociation” antara uang atau harta hasil kejahatan dengan si penjahat serta tindak pidananya, sehingga proses hukum konvensional akan mengalami kesulitan dalam melacak si penjahat dan menemukan jenis tindak pidananya. Sebagaimana diketahui, harta kekayaan dari hasil kejahatan merupakan titik terlemah dari kejahatan itu sendiri. Apabila hasil kejahatan dapat ditelusuri, maka akan secara mudah diidentifikasi pihak-pihak yang terkait (pelaku tindak pidana) dan pada akhirnya teridentifikasi tindak pidananya. Dengan kata lain, pendekatan anti pencucian uang ini, ”gap” antara hasil tindak pidana, perbuatan pidana dan pelaku tindak pidana akan di-association-kan kembali yang pada akhirnya aparat penegak hukum dengan mudah menjerat si penjahat melalui penelusuran hasil kejahatan itu sendiri.
Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang
Sebagai salah satu entry bagi masuknya uang hasil tindak kejahatan, bank harus mengurangi risiko digunakannya sebagai sarana pencucian uang dengan cara mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau transaksi dan memelihara profil nasabah, serta melaporkan adanya transaksi keuangan yang mencurigakan (suspicious transactions) yang dilakukan oleh pihak yang menggunakan jasa bank. Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah atau lebih dikenal umum dengan Know Your Customer Principle (KYC Principle) ini didasari pertimbangan bahwa KYC tidak saja penting dalam rangka pemberantasan pencucian uang, melainkan juga dalam rangka penerapan prudential banking untuk melindungi bank dari berbagai risiko dalam berhubungan dengan nasabah dan counter-party. Penerapan ketentuan tersebut dilakukan berdasarkan antara lain 40 rekomendasi FATF dan core principle no. 15 dari Basel Committee on Banking Supervision .
Dalam 40 FATF yang diterbitkan tahun 1996 dan kemudian disempurnakan pada bulan Juni 2003, antara lain mewajibkan lembaga keuangan untuk melakukan penelitian nasabah (customer due diligence) dan record keeping, menolak untuk melakukan hubungan koresponden dengan shell banks dan melaporkan transaksi keuangan yang mencurigakan (suspicious transaction reports/STR)
Dalam rekomendasinya, FATF mengkategorikan beberapa risiko bagi perbankan dan penyedia jasa keuangan lainnya yang terkait dengan penggunaan institusinya untuk keperluan pencucian uang. Risiko-risiko tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Transaksi yang dilakukan oleh Politically Exposed Persons (PEPs)
2. Correspondent banking
3. Pelayanan jasa keuangan tanpa bertatap muka dengan melalui saran elektronis (electronic and other Non Face-to-Face Financial services)
4. Transaksi penarikan tunai
5. Penyimpanan dan transfer dana melalui ATM, dan
6. Electronic money (purses and cards).
1. Transaksi yang dilakukan oleh Politically Exposed Persons (PEPs)
2. Correspondent banking
3. Pelayanan jasa keuangan tanpa bertatap muka dengan melalui saran elektronis (electronic and other Non Face-to-Face Financial services)
4. Transaksi penarikan tunai
5. Penyimpanan dan transfer dana melalui ATM, dan
6. Electronic money (purses and cards).
(Sumber:
1. I Ktut Sudiharsa, PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENCUCIAN UANG DI PERBANKAN. wordpress.com
2. Azamul Fadhly Noor, Sejarah Pencucian Uang, wordpress.com
3. PRINSIP MENGENAL NASABAH (KNOW YOUR CUSTOMER) DAN ANTI PENCUCIAN UANG (ANTI MONEY LAUNDERING), bi.go.id
Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.)
0 comments:
Post a Comment